gravatar

Ritual-Ritual Ramadhan

Memang masih dalam hitungan minggu, kita akan segera berjumpa dengan bulan suci yang Allah persiapkan ini bagi manusia untuk beribadah kepada-Nya di bulan itu. Ramadhan, merupakan satu di antara bulan-bulan yang paling dinantikan oleh kaum beriman yang benar dalam keimanannya.

Allah sudah menetapkan bahwa pada bulan itu, orang-orang yang beriman diperintahkan untuk berpuasa, yakni menahan diri dari segala aktivitas makan dan minum serta semua hal-hal yang bisa membatalkannya. Tentu saja, kewajban berpuasa ini diharapkan menjadi moment tepat bagi mereka yang berpuasa untuk senatiasa mendekatkan diri mereka kepada Allah .

Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 183).

Begitulah, tujuan agung yang Allah maksud dalam ayat itu adalah alasan mengapa kita harus berpuasa. Namun sayangnya, masih ada di antara saudara-saudara kita yang malah mengotori kesakralan Ramadhan itu sendiri, baik dengan sengaja atau tidak disengaja. Di masayarakat kita, ada beberapa ritual khusus yang dirayakan oleh sekelompok kaum muslimin dalam rangka menyambut atau mengisi bulan suci Ramadhan. Tentu saja, sa-ngat patut jika kita berusaha untuk mencermati ritual-ritual tersebut dan menilai apakah semua ritual itu sesuai dengan ajaran Islam atau tidak.
Berikut ini adalah beberapa ritual khusus yang sering kita temui beberapa hari menjelang Ramadhan atau di saat bulan Ramadhan itu sendiri.

Nyadran
Bagi masyarakat Jawa khususnya, Nyadran adalah salah satu tradisi yang cukup mendapat perhatian dan dirayakan pada saat menjelang Ramadhan. Nyadran ini dilakukan pada beberapa hari di bulan Sya’ban. Biasanya, tanggal-tanggal yang dipilih adalah tanggal 15, 20, dan 23 Sya’ban.

Bulan Sya’ban sendiri adalah nama lain dari bulan Ruwah bagi masyarakat Jawa. Menurut sebagian kepercayaan orang-orang, kata ruwah berasal dari kata arwah. Mereka meyakini bahwa pada bulan Ruwah tersebut, arwah-arwah nenek moyang berkesempatan mengunjungi anak cucu mereka di dunia. Bagi masyarakat Jawa, kepercayaan semacam ini dinamakan kepercayaan Mudhunan dan Munggahan.

Nyadran sendiri adalah suatu proses ziarah kubur dan ajang silaturahim antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah tiada. Mereka ber-bondong-bondong memebersihkan makam-makam nenek moyang mereka dan melakukan kenduri atau doa ber-sama. Tidak hanya itu, mereka juga membawa beberapa macam pangangan (makanan) yang memang khusus dipersiapkan untuk acara Nyadran. Panganan-panganan tersebut ada yang memang dimakan bersama-sama di area pemakaman, dan adapula yang sengaja dijadikan sesaji bagi arwah leluhur mereka.

Padusan
Padusan (jawa, Adus) sendiri adalah prosesi mandi yang dilakukan satu hari sebelum bulan Ramadhan. Hal ini di-maksudkan agar seseorang yang memasuki bulan Ramadhan bisa memulai puasa dengan jiwa dan raga yang bersih, yang dicerminkan lewat acara padusan ini.

Menurut kepercayaan sebagian masyarakat kita, padusan atau prosesi mandi besar ini harus dilakukan di tempat-tempat yang diyakini membawa berkah, atau air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumur tujuh rupa lagi disakralkan oleh masyarakat setempat. Biasanya, padusan semacam ini dilakukan oleh orang-orang keraton.

Namun ada juga yang melakukan prosesi padusan di tempat-tempat pemandian umum secara bersama-sama, seperti di sungai. Kaum muda dan mudi, biasanya lebih sering mandi padusan secara umum ini. Biasanya sebelum acara padusan dimulai, ada prosesi ritual njedhor atau proses pemukulan bedug sebagai tanda ritual padusan a-kan segera dimulai. Irama Njedhor sendiri tidak sembarangan. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memain-kannya.

Punggahan
Punggahan atau Munggahan adalah salah satu acara penting yang dilakukan satu hari menjelang Ramadhan. Orang-orang datang berkumpul di mas-jid, biasanya, atau berkumpul di salah satu rumah tokoh setempat dan melakuan doa bersama serta dilanjutnya dengan menyantap makanan.

Prosesi punggahan ini dilakukan sebagai bentuk ‘sosialisasi’ Ramadhan kepada masyarakat. Dengan adanya punggahan, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi bulan Ramadhan.
Namun hal yang menjadi masalah dalam prosesi Punggahan ini ialah adanya sebuah anggapan bahwa perayaan menjelang Ramadhan ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan sehingga tidak boleh dilewatkan.

Pesta Ru'yah.
Pagelaran ini biasanya dilakukan oleh sekelompok orang tertentu. Di Indonesia, hanya ada beberapa kelompok masyarakat, terutama dari kalangan pengikut sufi, yang merayakan pesta Ru’yah. Pesta Ru’yah sendiri dilakukan pada malam pertama di bulan Ramadhan. Mereka mengadakan beberapa acara di saat ru’yah (melihat bulan untuk me-nentukan awal bulan Ramadhan) berlangsung atau sesudah ru’yah dilakukan. Dalam prosesi itu, mereka berkeliling kota dan desa sebagai rasa ‘syukur’ mereka akan datangnya bulan Ramadhan

Mendahului Puasa Satu Hari Atau Dua Hari Sebelumnya
Jelas sekali bahwa Rasulullah melarang berpuasa satu atau dua hari se-belum Ramadhan. Namun, nampaknya masih ada sebagian masyarakat kita yang memaksakan diri untuk berpuasa satu atau dua hari menjelang Ramadhan dengan alasan ‘kehati-hatian’ atau ‘berjaga-jaga’ karena khawatir jika Ramadhan sebenarnya telah datang di saat mereka berpuasa. ]

Kehati-hatian ini adalah berlebihan dan tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bagaimanapun juga, melakukan suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah meski diniatkan untuk ‘kebaikan’, maka ibadah tersebut akan tertolak.

Adapun jika berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan karena memang dirinya sedang berpuasa sunnah dan bertepatan dengan hari-hari itu, maka hal ini tidak masalah, seperi puasa Senin-Kamis atau puasa Daud. Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mendahului puasa ramadhan dengan melakukan puasa satu hari atau dua hari sebelumnya. Kecuali bagi yang terbiasa melakukan puasa pada hari tersebut maka tidak apa-apa baginya untuk berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu Imsak
Imsak secara bahasa adalah ‘mena-han’ atau ‘memelihara’. Menurut istilah, imsak adalah waktu tertentu (beberap menit sebelum datangnya Shubuh) di mana seseorang yang hendak berpuasa dianjurkan menahan diri dari makan dan minum. Adanya Imsak ini merupakan feno-mena baru yang tidak pernah ada di masa Rasulullah. Imsak merupakan sebuah konsep baru yang diadakan sebagai bentuk bentuk upaya ihtiyat atau kehati-hatian. Ihtiyat ini dilakukan sebagai cara untuk menjaga kesem-purnaan ibadah puasa.

Namun, kasus yang banyak ber-kembang di masyarakat kita adalah, seringnya kita menemukan orang-orang yang mengharamkan makan dan mi-num di saat waktu Imsak tiba. Bahkan ada yang sengaja memuntahkan kem-bali sisa-sisa makanan yang masih ada di mulut mereka ketika mendengar waktu Imsak.

Pengharaman makan dan minum di saat Imsak tiba, memang hanyalah akibat ketidaktahuan mereka akan tu-juan adanya waktu Imsak itu sendiri, yakni sebagi bentuk kehati-hatian saja agar tidak sampai makan di saat adzan Subuh tiba nantinya. Namun bagai-manapun juga, fenomena ini merupa-kan salah satu tanda bahwa segala se-suatu yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, hanya akan memberatkan umat dan tidak membuat ummat faham tentang bagaimana mereka harus beribadah.

Mengingkari Tarawih
Pengingkaran terhadap shalat Tarawih ini adalah pengingkaran yang dilakukan oleh kaum Zindiq Rafidhah (Syi’ah Imamiyah). Di saat kaum mus-limin pergi berbondong-bondong me-nuju masjid setelah Isya untuk melak-sanakan Tarawih, mereka malah asyik-asyik bercengkerama di rumah dengan alasan bahwa shalat Tarawih itu adalah ajaran Umar bin Khathab (sosok sahabat yang paling dibenci oleh kaum Syi’ah).

Ya, mereka adalah sekelompok kaum yang sangat membenci sosok Umar bin Khathab sehingga ibadah tarawih yang jelas-jelas diajarkan oleh Rasulullah ditolak oleh mereka de-ngan alasan bahwa shalat itu dipopu-lerkan oleh Umar. Asal mula pengingkaran ini adalah karena kebodohan mereka dalam me-mahami perintah Umar bin Khathab ketika beliau menyuruh kaum muslimin untuk shalat Tarawih secara berjamaah. Mereka mengira bahwa perintah Amirul Mukminin (Umar bin Kha-thab) itu adalah perintah yang meng-ada-ngada atau bid’ah. Mereka sampai akhirnya menuduh bahwa Amirul Muk-minin telah melangkahi Rasulullah dengan membuat sesuatu yang baru dalam agama. Padahal, apa yang diperintahkan oleh Umar bin Khathab adalah sejalan dengan ajaran Rasulullah dan tidak termasuk kategori bid’ah. Sebagai buktinya, Sahabat Ali bin Abi Thalib (sosok sahabat yang sangat dikultuskan oleh Syi’ah) pun mengikuti perintah Umar bin Khathab dan ikut serta dalam melaksanan shalat Tarawih secara berjamaah.

Perayaan Nuzulul Qur’an Nuzulul
Peringatan ini adalah perayaan khusus yang digelar oleh sebagian besar masyarakat kita di Indonesia, dan juga sebagian pelosok negeri-negeri kaum muslimin dalam rangka mengingat peristiwa turunya al-Qur’an. Peringatan semacam ini digelar setiap tanggal 17 Ramadhan. Ayat al-Qur’an yang dimak-sud adalah 5 ayat pertama, yakni 1-5 al-‘Alaq yang turun kepada Rasulullah di Gua Hira.

Di Indonesia ini cukup menarik karena peringatan Nuzulul Qur’an ini selalu diramaikan oleh pemerintah dari zaman Bung Karno hingga sekarang. Setiap tanggal 17 Ramadhan, hampir dipastikan bahwa peringatan Nuzulul Qur’an menjadi peringatan nasional. Menurut sejarah, keikutsertaan pemerintah dalam meramaikan peringatan Nuzulul Qur’an adalah karena usulan dari H. Agus Salim kepada Bung Karno dengan alasan bahwa memperingati Nuzulul Qur’an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan, sama artinya dengan mensyukuri nikmat kemerdekaan In-donesia yang jatuh pada 17 Agustus, dan tepatnya di bulan Ramadhan pula.

Perayaan Perang Badar.
Perayaan ini hampir sama dengan perayaan Nuzulul Qur’an karena dilakukan pada tanggal yang sama, yakni setiap tanggal 17 Ramadhan. Hanya saja, perayaan Perang Badar adalah peringatan khusus untuk mengenang peristiwa perang yang sangat bersejarah itu. Di beberapa tempat di kawasan negara kaum muslimin, mereka berkumpul di masjid-masjid untuk membacakan dan mendengarkan kisah-kisah per-juangan para sahabat Nabi dalam per-ang Badar.

Shalat Jum'at Yatimah
Shalat ini adalah shalat jum’at pada hari jum’at terakhir di bulan Ramadhan. Biasanya, masyarakat akan memilih lokasi masjid yang dianggap memiliki sejarah. Penduduk Mesir misalnya, mereka akan shalat di Masjid Amr bin Ash, atau penduduk Palestina yang mungkin akan shalat di Masjid Ibrahimi atau Masjidil Aqsa. Adapun sebagain masyarakat Jawa mungkin akan shalat di Masjid Ampel. Ada sebagian kepercayaan masyarakat kita yang meyakini bahwa melak-sanakan halat wajib yang fardhu sehabis shalat jum’at yatimah, akan menghapus dosa-dosa, atau menggantikan shalat-shalat yang pernah ditinggalkan sebelumnya.

Shalat Al-Qadar
Yakni mengerjakan shalat dua -kaat berjama'ah setelah shalat tarawih kemudian di penghujung malam mereka mengerjakan shalat seratus rakaat dengan beberapa aturan bacaan tertentu di malam yang mereka yakini sebagai malam Lailatul Qadar, sebab itulah dinamakan shalat Al-Qadar.

Pesta Lilin dan Kembang Api
Biasanya, perayaan semacam ini dilakukan pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan, terutama pada malam 27 Ramadhan. Peranyaan ini dilakukan dengan menyalakan lilin dan membakan kembang api di jalan-jalan desa. Di Sibolga dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, perayaan pesta lilin ini sudah sangat ramai dilakukan. Hampir di setiap rumah terdapat lilin yang sengaja dinyalakan. Menurut keper-cayaan setempat, lilin-lilin itu merupa-kan refleksi agar masyarakat tidak tidur karena malam itu dipercaya sebagai malam Lailatul Qadr. Ada juga yang meyakini bahwa para malaikat akan menyinggahi rumah yang dipasangi lilin.

Wadaa' Ramadhan
Ada lagai bid’ah yang cukup popu-ler di tengah-tengah masyarakat kita, yaitu Wadaa' (perpisahan) Ramadhan. Peringatan ini dilakukan pada lima malam atau tiga malam terakhir di bulan Ramadhan. Biasanya, masyarakat berkumpul di masjid-masjid setelah melakukan shalat Tarawih dan Witir kemudian mereka melantunkan beberapa syair yang berisi kesedihan karena harus berpisah dengan Ramadhan. Syair-syair ini dibaca dan disenandungkan secara bergilirian antara jama’ah.