Bukan Karena Dewi Fortuna
“Kita tidak beruntung karena Sang Dewi Fortuna belum berpihak kepada kita.” Itu adalah sebuah contoh kalimat yang mungkin sering kita dengar dari beberapa mulut orang yang tidak beruntung atau merasa rugi akan sesuatu. Ucapan seperti ini begitu akrab di telinga kita dan begitu mudah disampaikan tanpa tak pernah terpikir akan makna atau kandungan dari ucapan itu.
Perkataan semacam ini, jika dikaji lebih dalam ternyata mengandung konsekuensi hukum yang berat. Mudahnya mengatakan ucapan itu tidak semudah aturan hukum yang menuntunnya. Memang saya cukup yakin bahwa kebanyakan kita mengartikan maksud Dewi Fotuna itu adalah sebuah ungkapan ‘kemujuran’ atau ‘keberuntungan’. Dewi Fortuna mungkin dianggap hanya sebatas simbol dari ekspresi mujur atau tidak mujur, dan tidak mengarah kepada sosok aslinya, yaitu salah satu dewi Yunani.
Namun ya itu tadi, jika diperhatikan lebih seksama dan dicari bagaimana hukum Islam memandangnya, maka ucapan seperti ini adalah kekeliruan besar. Simaklah sebuah hadits Rasulullah berikut:
”Seorang hamba berbicara dengan sesuatu kalimat yang tidak ada kejelasan di dalamnya yang membuat nya terperosok masuk kedalam neraka yang jaraknya antara timur dan barat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud dari hadits itu adalah bahwa ada beberapa ucapan yang bisa menyebabkan dirinya masuk ke dalam neraka dan salah satu dari ucapan itu adalah ucapan yang mengandung kesyirikan yang nyata, yakni seperti ucapan “Kita tidak beruntung atau beruntung karena Dewi Fortuna”.
Diyakini atau tidak diyakini akan keberadaan sosok Dewi Fortuna, tetap saja bahwa ucapan semacam itu adalah ucapan yang batil dan berakibat fatal bagi aqidah seorang muslim.
Mengenal Sosok Dewi Fortuna
Nampaknya penting untuk kita ketahui siapa sebenarnya sang Dewi yang dipercaya membawa keberuntungan itu. Dewi Fortuna, dia adalah salah satu dari dewi Olimpus yang berasal dari keturunan Dewa Zeus dan Dewi Hera. Ayah dari Dewi Fortuna dalah Jupiter dan dia tidak memiliki anak atau keturunan. Dewi Fortuna sangat diagungkan oleh bangsa paganisme, Yunani dan Romawi.
Menurut mitologi kedua bangsa itu, disebutkan bahwa Dewi Fortuna adalah dewi yang cantik jelita yang selalu membagikan keberuntungan di atas awan. Gambaran sang dewi ini selalu mengenakan penutup mata dengan kain dan kadang mengenakan tudung atau kain penutup kepala. Ada yang menyebutkan bahwa sebenarnya Dewi Fortuna itu buta sehingga keberuntungan yang diturunkan oleh sang dewi adalah keberuntungan yang tidak proporsional.
Kadang keberuntungan itu diturunkan kepada mereka yang malas bekerja dan sebaliknya, orang yang sudah berusaha keras malah tidak mendapatkan keberuntungan. Itulah kenapa kadang orang membedakan antara keberuntungan dan hasil usaha. Itulah juga kenapa orang selalu mengatakan bahwa orang jujur belum tentu mujur, atau orang jahat bisa lebih beruntung daripada orang baik. Semua itu merupakan refleksi dari kondisi sang dewi yang buta dan mengenakan tutup mata, yakni tidak bisa melihat kondisi yang sesungguhnya. Ia hanya membagikan keberuntungan tanpa melihat kinerja yang dilakukan oleh manusia.
Keberuntungan yang dibagikan oleh sang dewi berbentuk seperti emas dan beragam harta dari tanduk Amaltea, si kambing suci yang dihormati oleh masyarakat Yunani Romawi.
Tidak hanya itu, Dewi Fortuna juga dilukiskan sebagai dewi yang selalu menjadi kesejahteran para petani, terutama petani gandum. Karena, ia adalah dewi yang selalu menjaga biji-bijian gandum. Dalam kalender Roma, tanggal 11 Juni adalah tanggal yang sangat suci bagi sang dewi sehingga sering diperingati dengan festival-festival besar.
Nama dari “Fortuna” nampaknya berasal dari turunan kata “Vortumna”, yang berarti ‘dia yang mengelilingi tahun’. Sebagai informasi tambahan, ada beragam macam nama sang dewi yang masing-masing mengandung makna keberuntungan yang berbeda seperti Fortuna Annonaria (keberkahan pada hasil panen), Fortuna Belli (kemenangan dalam perang), Fortuna Primigenia (keselamatan para proses kelahiran), Fortuna Virilis (kelancaran karir), Fortuna Equistris (keberuntungan para ksatria) dan lain sebagainya.
Pandangan Islam
Sesungguhnya, kesyirikan itu adalah dosa besar yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah hingga si pelaku bertaubat sebelum kematiannya tiba. Kesyirikan bisa terjadi pada amalan hati, ucapan, dan perbuatan. Seseorang yang hatinya meyakini bahwa Dewi Fortuna itu adalah Dewi yang membawa keberuntungan, maka tidak ragu lagi bahwa dirinya telah melakukan kesyirikan.
Pun demikian dengan ucapannya. Jika seseorang mengucapkan bahwa keberuntungan atau ketidakberuntungan itu adalah berasal dari Dewi Fortuna, maka hal itu menjadikan dirinya telah mengamalkan kesyirikan kepada Allah.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (dosa) karena mempersekutukkan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsipa yang mempersekutukkan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Lalu bagaimana jika ada pernyataan bahwa ungkapan semacam itu hanyalah sebatas ungkapan tanpa ada maksud menyekutukan Allah? Kita katakan bahwa sesungguhnya perbuatan syirik itu bisa terjadi pada hati, lisan, dan ang-gota badan. Ucapan lisan yang mengandung kesyirikan tetaplah dipandang sebuah dosa besar meski hati atau anggota badannya tidak mengikutinya. Seperti halnya pada konsekuensi iman, seseorang tidaklah dikatakan muslim jika ia tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat meski hatinya mencintai Islam atau perbuatan-perbuatannya menunjukkan bahwa dirinya seperti muslim.
Untuk itulah saudaraku, penting bagi kita untuk menjaga lisan dari segala macam perbuatan syirik yang bisa mengundang azab dan murka Allah. Jika pernah terlanjur mengatakan ucapan kesyirikan, maka bertaubatlah kepada Allah sebelum semuanya terlambat. Sungguh, tidak akan pernah ada kebahagiaan bagi mereka yang mati dalam keadaan membawa dosa syirik.
Allah berfirman;
”Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukkan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang dzalim itu.” (QS. Al-Maidah: 72)
izin copas, mas... barakallohu fikum