gravatar

PEMUDA, Sentral Perubahan

Tumbuhnya negeri ini tidak terlepas dari kebesaran jiwa dan semangat para pemuda kita. Yaitu para pemuda Islam yang gigih berjuang tiada pamrih. Bersih begerak tiada lelah dan letih. Berjuang bukan untuk memberontak. Bergerak bukan untuk menghancurkan. Tapi perjuangan ini dilakukan karena kecintaannya pada Islam dan Tanah Air.

Bulan Oktober ini menjadi saksi penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Pada bulan tersebut, para pemuda negeri ini menjadi pelopor persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka yang mengikrarkan Sumpah Pemuda, telah berupaya untuk mempersamakan visi dan misinya sebagai satu bagian dari warga Indonesia.

Terbentang dari Sabang hingga Merauke, ribuan suku bersatu dalam kebhinekaan satu. Beragamnya bahasa dan budaya, melebur dalam ikatan Tunggal Ika. Pemuda menjadi sorotan utama saat itu dan telah memberikan bukti bahwa mereka pun bisa menjadi bagian dari perubahan.

Dan sekarang, kita berada dalam sebuah pergerakan politik. Menuju era Indonesia Baru. Sebuah pergerakan yang mengarah pada perubahan. Menuju arah yang kita inginkan lebih Islami, adil, aman dan sejahtera. Para pemuda Islam, harus terus berjuang untuk tetap memprioritaskan Islam sebagai tujuan dari sebuah pergerakan. Islam dan segala konsekuensinya, menjadi batu sandaran dalam memperjuangkan Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofuur (negeri yang baik dan Allah mengampuni, diridhai Allah)

Apalah arti dari kemakmuran sebuah negeri, jika kehidupan bangsa tersebut jauh dari nilai-nilai Islami. Apalah guna kesejahteraan bagi rakyat, jika mayoritas masyarakatnya penuh dengan prilaku maksiat.

Tentu ini menjadi sebuah tanggung jawab seluruh pemuda Islam. Mata internasional mengerti bahwa Indonesia adalah negara muslim terbesar. Di negeri inilah, harapan ummat Islam dunia tertuju. Sebuah harapan agar Indonesia menjadi poros kejayaan Islam. Serta, sebuah cita-cita agar negeri ini menjadi benteng persatuan ummat.

Dari literatur-literatur yang ada, disebutkan bahwa pemuda-pemuda kita dahulu, sangat gigih memperjuangkan aspirasinya sebagai pejuang kemerdekaan. Mereka kerahkan segala potensi yang dimiliki. Baik berjuang lewat organisasi-organisasi, diplomasi, atau intelektualitas.

Begitulah jiwa pemuda. Kesadaran heroismenya tumbuh dan semakin pesat seiring kondisi yang dihadapi seakan membuatnya harus terus bergerak. Berbeda dengan para pemuda lain yang berada pada situasi yang cukup nyaman dan aman. Biasanya, mereka yang berada pada posisi itu, semangat heroisme dan patriotiknya melemah.

Sebagai contoh, para pemuda Pa-lestina yang sehari-harinya diliputi dengan perasaan takut dan mencekam, semangat perjuangannya begitu terlihat kuat. Begitu pula dengan para pemuda lainnya di negara-negara muslim tertindas seperti Irak, Afghanistan, Kashmir, dan lain sebagainya.

Bandingkan dengan kita atau saudara-saudara kita yang kini berada dalam kondisi aman tenteram. Semangat patriotisme membela kemuliaan agama dan kejayaan ummat, terasa begitu lemah atau bahkan hilang sama sekali. Tak bisa dipungkiri, kondisi yang ada mampu mempengaruhi semangat pada jiwa.

Seharusnya dalam kondisi apapun, para pemuda bisa melahirkan inspirasi progesif dan produktif. Pemuda harus menjadi sentral perubahan dan kemajuan. Para pemuda harus menempatkan diri sebagai agen perubah ke arah yang lebih baik. Karena sesungguhnya, kemajuan dan kemuliaan agama serta masyarakat Islam, sangat terpengaruh dengan peran serta para pemudanya.

Jangan biarkan antek-antek Zionis merebut kejayaan ini. Jangan sampai pula kaki tangan-kaki tangan mereka mengambil alih kemuliaan ummat tercinta. Satu hal lagi, para pemuda yang bersih dari segala macam pemikiran rancu dan keyakinan jahiliyah, harus dijadikan asset bagi bangsa ini demi kemajuan di masa yang akan datang.

Banyak hal yang telah menjadi agenda utama para pemuda negeri ini. Di zaman sekarang, tugas berat menanti dan siap menyambut peran serta para pemuda. Sungguh memprihatinkan ketika para pemuda bangsa ini malah cenderung dengan kebebasan semu. Mereka yang sangat dinantikan kerja kerasnya, masih banyak yang terlena dengan kondisi yang ada. Padahal sejatinya, negeri ini dirundung duka dan masalah yang mendalam. Kemerdekan yang direguk, sejatinya hanyalah sebuah kenikmatan semu yang semua itu kosong dari nilai-nilai Ilahi.

Perjuangan demi perjuangan dilakukan oleh para pendahulu kita, namun apa yang kita rasakan sekarang, masih jauh dari kemerdekaan sejati. Yaitu sebuah pembebasan manusia dari penghambaan kepada selain Allah. Serta pembebasan sebuah ma-syarakat dari perbudakan thaghut dan hukum-hukumnya.

Kesedihan negeri ini masih terpampang jelas dengan merebaknya kemiskinan dan ketimpangan sosial. Budaya korupsi semakin menjadi-jadi di tengah kemiskinan yang menimpa rakyat. Budaya main uang haram ini, adalah satu dari sekian banyak masalah yang dihadapi bangsa ini.

Memang butuh waktu dan tenaga untuk mewujudkan sebuah impian besar, yaitu terwujudnya masyarakat Islami. Namun apapun alasannya, tidak ada waktu yang tidak digunakan untuk bergerak. Tidak ada ruang yang tidak digunakan untuk berjuang. Karena jika tidak sekarang, kapan lagi?

Masyarakat yang haus dengan nor-ma dan nilai-nilai Islam, menanti kepemimpinan kaum muda yang bersih dan progresif. Berpikir cerdas dan bebas dari kepentingan pribadi. Tujuannya jelas, yaitu mensejahterakan rakyat dengan menjadikan syariat seba-gai landasan pemerintahannya.

Belum lagi masyarakat kita yang merindukan keadilan dan kestabilan ekonomi. Hidup di bawah payung kemakmuran adalah cita-cita besar masyarakat negeri ini. Kaum bapak mengharap agar lowongan kerja senantiasa ada untuk mencari nafkah. Kaum ibu mengharap agar dapur kesayangannya tetap ‘ngebul’.

Tidak hanya itu, mereka juga me-nanti biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak memberatkan. Itulah ke-inginan mereka. Sebuah keinginan sederhana meski nampaknya sulit terwujud. Namun bagi seorang pemuda muslim, tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. Apa yang mereka cita-citakan bukanlah sesuatu yang sulit bagi Allah. Semua itu sangat mudah.

Hanya saja, patutkah negeri ini mendapat kenikmatan sebagaimana yang kita inginkan tadi? Yaitu keamanan, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan lain sebagainya. Tentu jawabannya adalah patut. Tapi, jika jawabannya adalah patut, maka sepatutnya juga kita tunduk dan taat pada aturan dan risalah-Nya. Logis, kan?

***

Sejak berpuluh-puluh tahun lamanya, negeri ini telah mengalami kurang lebih enam kali kepemimpinan. Mulai dari kepemimpinan Orde Lama hingga masa Reformasi. Sejak itulah, beragam peristiwa dan kemelut negeri ini berganti. Tapi dari sejak bermula-nya kepemimpinan, rasanya kita sebagai ummat Islam tak pernah merasakan masa-masa bahagia untuk hidup di negeri tercinta ini.

Mungkin kita masih ingat bagaimana kelamnya rezim Orba yang menangkapi para ulama dan tokoh-tokoh agama kita. Mereka menangkapi para ulama tersebut hanya karena ‘tidak sependapat’ dengan pemerintah. Bahkan tak jarang dari bebe-rapa ulama yang tertangkap itu mereka bunuh. Kita pun mungkin pernah mengalami bagaimana sulitnya para wanita muslimah untuk mengenakan jilbab di institusi-institusi umum, baik pemerintah ataupun swasta. Para muslimah itu merasa takut untuk mengenakan jilbab karena ada peraturan pemerintah yang melarang hal itu.

Namun kita masih bisa bernafas lega, karena Allah masih menolong para pemuda dan pemudi Islam di negeri ini untuk tetap bertahan dan berjuang meski berat menghadapinya. Aksi-aksi demonstrasi terus bergulir untuk menentang kebijakan-kebijakan yang merugikan ummat. Dialog-dialog terbuka dengan pemerintah, terus diupayakan agar ada suatu kesadaran dari para pemimpin.

Begitulah, tumbuhnya negeri ini tidak terlepas dari kebesaran jiwa dan semangat para pemuda kita. Yaitu para pemuda Islam yang gigih berjuang tiada pamrih. Bersih begerak tiada lelah dan letih. Berjuang bukan untuk memberontak. Bergerak bukan untuk menghancurkan. Tapi perjuangan ini dilakukan karena kecintaannya pada Islam dan Tanah Air.