gravatar

Para Penghujat Islam

Seolah tak pernah mengenal lelah, musuh-musuh Islam tanpa henti menebar dustanya, menghujat Islam sebagai agama yang mengajarkan terorisme dan penindas Hak Asasi Manusia (HAM). Gelombang propaganda menentang Islam menerjang keras dengan beragam cara. Ada yang melalui pernyataan lisan-lisan kotor mereka seperti: Johannes (±652-750) adalah orang yang paling awal menganggap Rasulullah sebagai nabi palsu, diikuti Pastor Bede (673-735), Peter the Venerable (1049-1156) seorang kepala biara Cluny di Prancis, Ricoldo, Martin Luther (1483-1546) Paus Benediktus dan masih banyak lagi.

Ada yang melalui goresan pena seperti buku Islam and Terrorism, Islamic Invasion, The Myth of Islamic Tolerance, Islam Unveiled, Prophet of Doom, Why I am Not a Muslim, dan yang lainnya. Juga banyak tulisan di internet berisikan pandangan serupa, yang mudah diakses dan dibaca di seluruh dunia.

Ada yang berupa film-film propaganda, seperti baru-baru ini telah dirilis sebuah film garapan politikus Belanda Geert Wilders, 'Fitna'. Tujuannya memperburuk image agama yang begitu mulia ini. Semua upaya tersebut bernada sama; Islam dianalogikan dengan ‘virus’ yang bisa membuat orang normal menjadi ekstrem dan berbahaya.

Al-Qur'an dipandang sebagai buku yang meracuni pemikiran manusia menjadi terbelakang, tidak toleran, serta penuh kebencian dan permusuhan terhadap semua orang yang berbeda agama. Al-Qur`an dituduh mengajarkan kebohongan dan pembunuhan.

Nabi Muhammad , teladan bagi setiap Muslim, yang namanya disebut-sebut setiap saat dalam doa maupun shalat, difitnah dengan digambarkan sebagai seorang yang mengajarkan kekerasan.

Islam mereka pandang rendah standar moralnya karena dinilai kurang menghargai nyawa manusia. Umat Islam yang menjalankan ajaran dasar agamanya tidak jarang dipandang sebagai seorang ekstremis dan cikal bakal teroris yang harus selalu diwaspadai dan dicurigai sebagai seorang yang bersalah. Seakan-akan motto keadilan "asas praduga tak bersalah" tidak berlaku buat orang Islam. Yang terjadi malah sebaliknya, "asas praduga bersalah".

Belanda misalnya, dikenal sebagai negara yang serba boleh. Pelacuran legal. Gay dan lesbi boleh menikah. Menghujat Tuhan dihukum, tapi menghujat Islam dibiarkan. Blasphemy, itulah istilah untuk menghujat Tuhan. Termasuk Tuhan dalam bentuk gambar-gambar atau patung suci. Seolah berebut tenar, ada juga seseorang yang mengaku Islam namun mencela agama yang dipeluknya sendiri. Mereka menghujat Islam lalu mendapat berbagai pujian dan undangan, khususnya dari Negara-negara Barat! Caracara seperti ini dilakukan Irshad Manji, seorang warga Muslim asal Kanada yang kini tinggal di Belanda. Dia begitu tenar setelah gagasannya yang pernah disampaikan bahwa cendekiawan Barat seharusnya tidak takut lagi mengkritik Islam. Manji begitu tenar dan dipuja sebagai pahlawan di dunia Barat karena kritik agresif mereka terhadap Islam, tetapi mereka dihujat di dunia Muslim.

Irsyad Manji adalah seorang aktivis yang juga penganut lesbianisme. Bagi pers asing, Manji dianggap ‘seorang provokator berjalan untuk Islam tradisional’. Tahun 2003 ia mempubli-kasikan bukunya "The Trouble with Islam Today", yang merupakan kritik tajam terhadap pelanggaran hak-hak perempuan dan kelompok minoritas agama lainnya atas nama Islam. Tak urung, buku ini banyak mendapat pujian Barat.
Di tanah air, orang-orang seperti ini mendapat tempatnya di JIL dan ormas semisalnya. Demi mendapat pujian orang-orang kafir, mereka rela menjual kehormatan agamanya.

Metode dalam menghujat Islam
Mereka memiliki metode-metode yang biasa mereka gunakan dalam menyebarkan propaganda. Mohamad Ridha, Pengurus Islamic Society of Greater Portland North America menyebutkan di antaranya:
Metode pertama yang sering dijum-pai adalah penggunaan informasi dari sumber-sumber yang tidak jelas dasarnya. Misalnya, banyak dari kalangan anti-Islam mengutip pernyataan dari kalangan orientalis maupun ulama Islam yang langsung dijadikan premis yang dianggap valid untuk mendukung tuduhan mereka tanpa dijelaskan dasar-dasar argumentasinya.

Contohnya, untuk menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal toleransi beragama untuk menafikan ayat-ayat al Qur’an tentang toleransi (seperti laa ikraha fiddin, lakum dinukum wa liyadin) mereka mengutip pendapat beberapa ulama Muslim yang menga-takan ‘’ayat-ayat toleransi’’ sudah di nasakh (dibatalkan hukumnya) de-ngan ‘’ayat-ayat pedang (perang)’’. Seharusnya mereka menyadari bahwa pendapat siapapun mengenai Islam sekalipun dikeluarkan oleh mereka yang berstatus ulama, argumen-tasinya harus berdasarkan sumber-sumber yang diakui, yakni al-Qur'an dan Hadits shahih Nabi . Apalagi, ini berhubungan dengan nasikh dan mansukh yang jelas harus ada kete-rangan langsung dari Nabi . Tanpa ada dasar-dasar ini, pernyataan ulama hanya bisa diakui sebagai pendapat atau interpretasi pribadi, yang mungkin saja dikeluarkan dalam konteks dan situasi tertentu di zamannya.

Metode kedua adalah penggunaan sumber-sumber sejarah yang tidak terjamin otentisitasnya. Untuk menghujat Nabi , kalangan anti-Islam bia-sanya mengutip kisah yang bisa di-temui di dalam kitab-kitab sirah Nabi dan tarikh Islam, seperti Ibnu Ishaq, Ibnu Sa’ad, dan Thabari, tanpa mem-pedulikan status kesahihan riwayat kisah tersebut.

Seharusnya mereka mengetahui bahwa kitab-kitab ini berbeda dengan kitab-kitab Hadits yang bisa dijumpai rantai periwayatannya dari informasi yang dicatat, sehingga bisa diteliti status keshahihannya. Imam Thabari sendiri menjelaskan dalam muqaddimah kitab tarikh-nya bahwa ia memasukkan semua berita yang didengarnya tanpa menyaring kembali kesahihan periwayatannya. Sayangnya, penjelasan beliau sebagaimana penjelasan ahli-ahli sejarah Islam lainnya tidak dipedulikan oleh kalangan anti-Islam ini.

Metode ketiga adalah penggunaan informasi yang parsial, tidak utuh, yang dijelaskan out of context, meskipun dari sumber-sumber yang sahih. Karena tidak mengandung informasi yang menunjukkan konteks dan fakta yang benar, kutipan-kutipan yang parsial cenderung menyebabkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan.

Ini bisa kita lihat ketika mereka mengutip potongan kisah-kisah kehidupan Nabi yang diseleksi untuk menghujat beliau. Contoh lainnya dapat dilihat ketika tidak dikutipnya ayat-ayat Alquran, Hadits Nabi ataupun kisah-kisah dalam shirah, yang menggambarkan kemuliaan ajaran Islam atau sifat-sifat agung dan tanda-tanda kerasulan Nabi . Padahal, semua ini sama-sama ada dalam kitab-kitab yang mereka gunakan untuk menghujat ‘keburukan moral’ Islam dan Nabi.

Metode keempat adalah penggunaan standar ganda dalam menghujat Islam dan Nabi. Ini biasanya dilakukan oleh kalangan anti-Islam dari golongan Kristen fundamentalis. Contoh-nya Nabi dituduh nabi palsu dengan alasan beliau melakukan pe-perangan dan beristri banyak. Padahal, dalam kitab suci mereka sendiri didapati kisah para Nabi yang berperang dan yang memiliki banyak istri.

Metode kelima adalah pengaburan sejarah Islam. Islam dituduh sebagai sumber keterbelakangan dan kemunduran. Padahal jelas sejarah menunjukkan kemajuan peradaban Islam jauh sebelum majunya peradaban di Barat.

Islam dituduh pula sebagai penye-bab sikap tidak toleran terhadap mereka yang berbeda agama. Padahal sejarah jelas menunjukkan bahwa umat Islam dapat hidup berdampingan dengan umat lainnya sejak zaman Nabi di Madinah. Sejarah juga menunjukkan bahwa ketika dilancarkan inquisition di Spanyol pada abad pertengahan, berbondong-bondong orang Yahudi lari keluar Spanyol dan diberikan perlindungan di dalam kekhalifahan Islam. Ini menunjukkan anti-Semit tidak dikenal di dalam Islam seperti yang sering dituduhkan.

Metode keenam adalah penggunaan generalisasi. Ini biasanya dikaitkan dengan peristiwa kekerasan ataupun terorisme yang terjadi dalam pergolakan politik dunia Islam. Perbuatan sekelompok kecil orang Islam yang menyimpang dari ajaran Islam dinilai mewakili semua orang Islam, atau diidentikkan dengan ajarannya dan contoh dari Nabinya.

Seharusnya mereka sadar bahwa menilai suatu agama tidak bisa dilihat dari perbuatan pemeluknya, tapi dilihat dari ajaran agama tersebut. Meskipun terorisme jelas dilarang dalam Islam dan mayoritas umat Islam me-ngutuknya, kalangan anti Islam tetap menyebarkan propaganda mereka bahwa Islam dan Muslim mendukung terorisme.

Peran ulama
Menghadapi tantangan merebaknya propaganda anti-Islam, para ulama sangat diharapkan berperan aktif dalam menjawab tuduhan-tuduhan tersebut dengan informasi dan argu-mentasi yang benar dan jelas. Selain ulama, pemerintah diharapkan pula dapat berperan aktif dengan usaha-usaha diplomasi serta mampu me-nunjukkan ketegasan sikap terhadap pihak-pihak yang mengobarkan kebencian dan permusuhan terhadap Islam dan umatnya.

Demikian pula, umat Islam diharapkan menuntut ilmu Islam secara benar dan utuh, serta tetap menunjukkan sikap kritis terhadap usaha-usaha penyebaran propaganda anti-Islam dengan berpegang teguh pada nilai-nilai mulia Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Kita semua menyadari bahwa dakwah yang paling efektif adalah da’wah sebagaimana dicontohkan oleh junjungan kita yang mulia, Nabi Muhammad .

gravatar

sorry ya jack...kayaknya pemikiran loe juga dangkal dech,bisanya cuma ambisi:1.dapet duwit tanpa kerja alias..2.narsis klo ada yang mampir di situsmu