Filsafat bersilat Lidah (bag. 2)
Beberapa Contoh Filsafat Yang Masyhur
• Materialisme
Suatu pandangan hidup yang mendasarkan segala sesuatu pada materi (benda). Yang paling asasi dalam kehidupan ini adalah materi. Pandangan ini menolak dan mengabaikan semua yang tidak bersifat materi. Dari pandangan hidup materialisme ini lahirlah dua falsafah ekonomi global yaitu Kapitalisme dan Komunisme. Meskipun kedua falsafah tersebut sangat bertolak belakang dan bahkan bermusuhan tetapi keduanya lahir dari induk yang sama yaitu materialisme. Dari Komunisme lahirlah paham Marxisme yang benar-benar anti Tuhan dan mengingkari semua agama. Pandangan hidup Marxisme ini kemudian menyebar ke negeri-negeri Islam seperti Indonesia, Yaman Selatan, Irak, Suriah, dan lain-lain. Di Indonesia, pada tahun lima puluhan Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah menjadi partai terbesar dan didukung oleh jutaan massa. Di Yaman Selatan, sebelum terjadi perang penyatuan Yaman, Partai Komunis pernah menguasai negeri ini. Sedangkan di Irak, sebelum diinvasi oleh Amerika, Partai Ba’ats yang berhaluan komunis memerintah negeri ini. Adapun di Suriah, maka sampai saat ini Partai Ba’ats masih berkuasa. Demikianlah, sekitar ribuan bahkan jutaan putera-puteri kaum muslimin menjadi murtad karena tecemar oleh paham ini. Allahul Musta’an.
• Liberalisme
Suatu filsafat yang menyerukan kebebasan bagi manusia. Filsafat ini berpendapat bahwa kebebasan adalah hak manusia yang paling asasi, oleh karena itu setiap pembatasan atau pengekangan terhadap pendapat, kreatifitas dan gagasan adalah suatu kezhaliman. Dewasa ini, paham liberalisme hampir mewarnai semua sisi kehidupan masyarakat dunia. Dalam bidang politik, mereka menyerukan demokratisasi. Dalam bidang ekonomi, mereka menyerukan pasar bebas. Dalam hubungan antar negara, mereka menyerukan persaingan bebas. Dalam bidang sosial, mereka menyerukan pergaulan bebas. Bahkan sampai dalam bidang agama pun mereka menyerukan ijtihad bebas. JIL adalah salah satu sekte yang terwarnai oleh filsafat ini. Sebenarnya mereka di luar Islam, akan tetapi masih masih menyandang nama Islam. Inilah salah satu kehebatan filsafat, bisa membuat manusia tersesat tapi tidak sadar bila telah tersesat. Jadi ibarat sihir atau hipnotis.
• Sekulerisme
Filsafat ini mncul untuk pertama kalinya di benua Eropa sebagai suatu reaksi atas kediktatoran gereja. Setelah terjadi masa pencerahan, para ilmuan Eropa banyak yang berontak pada gereja karena sikapnya yang memberangus aktifitas ilmiah. Tidak sedikit hasil-hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang bertentangan dengan nash-nash Injil. Inilah yang merupakan salah satu faktor utama munculnya filsafat yang memisahkan antara agama dan dunia. Di dunia Islam, filsafat ini pertama kali diserukan oleh Musthafa Kamal Ataturk, seorang munafik dari keturunan Yahudi yang berhasil menggeser kekhalifahan Islam di Turki. Dari Turki kemudian menyebar ke Mesir, negeri-negeri Syam, India, Indonesia dan lain-lain. Kini, hampir tidak ada satu negeri Islam yang tidak menerapkan sekulerisme.
• Hedonisme
Suatu pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup. (Tentang filsafat Hedonisme ini telah dibahas panjang pada Ummatie edisi 02/2007).
• Rasionalisme
Suatu filsafat yang menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk mencari kebenaran atau memecahkan permasalahan. Filsafat ini menempatkan akal sebagai sumber pengetahuan sejati. Bagi mereka, akal memiliki sifat aksiomatik dan komprehensif. Aksiomatik artinya akal memiliki kebenaran mutlak , sedangkan komprehensif artinya akal memiliki kebenaran yang tidak dibatasi oleh waktu. Mereka meyakini bahwa setiap argumen-argumen yang rasional adalah pasti benar dan tepat. Sehingga, setiap argumen (hujjah) yang tidak sejalan dengan argumen rasional adalah keliru. Muhammad Abduh (mantan Rektor al-Azhar) termasuk salah satu tokoh yang sedikit banyak terpengaruh oleh filsafat ini. Demikian pula Sir Ahmad Khan (tokoh pembaharu India) dan Harun Nasution (mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah)
• Pluralisme
Suatu pandangan hidup yang menyakini bahwa kebenaran itu tidak hanya satu, tetapi bisa saja ada berbagai macam pendapat yang berbeda-beda dan semuanya benar. Ini adalah sebuah filsafat nyeleneh yang diusung oleh JIL dan sebagian rektor UIN (IAIN). Para pemikir dan intelektual muslim tidak sedikit yang terkontaminasi oleh filsafat di atas. Tidak jarang kita baca di koran-koran nasional tulisan-tulisan dan opini yang menyuarakan pendekatan antar agama dan kecaman terhadap kaum muslimin yang menyakini bahwa agama yang benar hanyalah Islam.
• Idealisme Subyektif
Suatu filsafat yang mengatakan bahwa wujud adalah persepsi (al-idraak). Artinya, sesuatu ada jika ia dapat dipersepsi (digambarkan). Persepsi artinya proses mengetahui sesuatu melalui panca indera. Sesuatu yang dapat dipersepsi berarti ia memiliki esensi. Sebaliknya, segala sesuatu yang tidak dapat dipersepsi berarti ia tidak ada dan hanya angan-angan kosong. Paham ini bisa menolak segala sesuatu yang ghaib dalam agama. Karena, perkara ghaib tidak bisa dipersepsi dengan akal atau panca indera manusia. Kalaupun bisa dipersepsi, maka persepsi itu tidak sempurna karena keterbatasan akal dan perbedaan persepsi masing-masing manusia. Padahal Islam menegaskan bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah mengimani perkara-perkara yang ghaib. Sedangkan perkara yang ghaib hanya bisa diketahui melalui wahyu, baik al-Qur’an atau as-Sunnah.
Antara Filsafat dan Tasawuf
Para peneliti kajian filsafat menyebutkan bahwa tasawuf adalah bagian dari filsafat. Ajaran Neo-Platonisme dijadikan rujukan penting dalam pembahasan ilmu tasawuf, bahkan menjadi referensi pertama bagi tokoh-tokoh sufi yang meyakini wihdatul wujud (menyatunya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya. Sebagian tokoh-tokoh sufi telah mencampuradukkan ajaran mereka dengan pendapat-pendapat neo-Platonisme, Aristoteles, dan para filosof Yunani lainnya.
Keyakinan wihdatul wujud adalah suatu konsep dan pemikiran yang sangat tidak dikenal dalam Islam. Mereka mengambil pemikiran itu dari teori-teori filsafat dan memadukannya dengan kepercayaan agama lain, seperti Kristen, Budha dan lain sebagainya. Plato pernah berkata, “Seringkali terjadi, aku naik ke luar badanku dalam arti aku masuk ke dalam jiwaku. Ketika itu, aku hidup dan berhasil menyatu dengan Tuhan.”
Siapapun yang mencermati kehidupan tokoh sufi seperti al-Hallaj dan Ibnu Arabi, pasti melihat bahwa tokoh-tokoh itu telah terkontaminasi oleh filsafat Plato dan Aristoteles. Sebagai contoh, Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa semua makhluk adalah pancaran dari cahaya Allah, sedangkan Nabi Muhammad Sw adalah pancaran cahaya-Nya yang pertama. Kepercayaan ini diserap dari filsafat illuminisme yang mengatakan bahwa Tuhan adalah puncak sinar yang menerangi semua jiwa, akal, dan badan. Konsep dan pemikiran ini berasal dari Platonisme yang ditafsirkan dengan filsafat Yahudi dan Kristen.
Akhir Perjalanan Filsafat
Filsafat tidak pernah menawarkan kepuasan yang hakiki dalam mengungkap kebenaran. Ia tidak lain adalah jalan yang mengantarkan kepada kehampaan jiwa dan kegersangan iman. Kita sering menyaksikan banyak problematika dan koflik kejiwaan pada mereka yang mendalami filsafat dan mendewakannya. Masyarakat Barat yang selama ini menjadi teladan bagi para filosof dunia, telah mencerminkan peradaban yang banyak menimbulkan kerusakan. Sebagai contoh, masyarakat di sana sudah tidak memiliki norma lagi ketika bicara soal Tuhan. Kajian theologi dan perdebatan tentang wujud serta hakikat Tuhan telah menjadi pembahasan sehari-hari. Bahkan, menertawakan dan menghina Tuhan pun sudah tidak dianggap sebagai pelanggaran atau penghinaan agama. Karena, mereka menjadikan Tuhan dan agama sebagai objek untuk dikaji, diperdebatkan, dan dikritisi sesuai hawa nafsu mereka.
Ijtihad tentang Tuhan terbuka lebar untuk semua. Siapapun boleh bertanya dan berbicara apa saja. Sosiolog, psikolog, sejarawan, filosof, saintis dan bahkan orang awam pun berhak bicara tentang Tuhan dan Kitab Suci. Namun anehnya, di kalangan kaum muslimin ada yang ikut-ikutan mengkritisi hakikat Allah dan ajaran Islam. Syariat Islam diacak-acak dan dipahami semau mereka dengan mengatasnamakan filsafat. Hati kita sungguh terperanjat ketika membaca suatu berita bahwa di salah satu sudut perguruan tinggi Islam (IAIN) terpampang sebuah spanduk dengan tulisan besar, “Kawasan Bebas Tuhan.” Inikah manfaat dari kajian filsafat?